NARAI HABAR, PELAIHARI – Dalam perkembangan terbaru kasus hukum yang melibatkan industri pertambangan di Kalimantan Selatan, Penggugat, PT. BIMO TAKSONO GONO, diwakili oleh Isai Panantulu Nyapil, S.H., M.H. dari Firma Hukum “ADVIS LAW FIRM,” telah menyampaikan resume perkara nomor 55/Pdt.G.2024/PN.Pli kepada Ketua Pengadilan Negeri Pelaihari, Selasa (17/9/2024)
Kasus ini bermula pada tahun 2004, ketika Penggugat melakukan peninjauan lahan di Kabupaten Tanah Laut dan menemukan potensi tambang batu/bijih besi. Penggugat kemudian menjalin kerjasama dengan masyarakat setempat dan melakukan pembayaran ganti rugi untuk lahan seluas 53 hektare. Namun, permasalahan muncul ketika izin pertambangan yang dimiliki PT. BIMO TAKSONO GONO bertabrakan dengan izin yang sudah ada.
Pada tahun 2005, kesepakatan kerjasama dibuat dengan PD. ANEKA USAHA MANUNTUNG BERSERI, (Sekarang PD BARATALA TUNTUNG PANDANG) namun sejak saat itu muncul kendala, termasuk ketidakpastian izin dan kewajiban pembayaran. Penggugat telah melakukan berbagai upaya untuk memenuhi persyaratan hukum dan lingkungan, termasuk pengurusan izin dan pembangunan infrastruktur.
Permasalahan semakin rumit ketika Tergugat I dan II diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan Purchase Order (PO) yang merugikan Penggugat serta tidak membayar biaya yang sesuai. Selain itu, Tergugat III diduga terlibat dalam penjualan dan penggelapan batu besi tanpa sepengetahuan Penggugat.
Dalam mediasi yang dilakukan, Penggugat mengajukan beberapa opsi penyelesaian, termasuk perpanjangan Surat Perintah Kerja dan kompensasi atas kerugian yang diderita. Jika opsi ini tidak diterima, Penggugat akan melanjutkan upaya hukum lebih lanjut.
Dalam mediasi yang berlangsung hari ini, Kuasa Hukum tergugat, Badrul Ain, menyatakan bahwa upaya mediasi yang dilakukan tidak membuahkan hasil. “Tidak ada kesepahaman yang tercapai antara kedua belah pihak,” ujarnya kepada awak media setelah persidangan.
Dengan kegagalan mediasi ini, Badrul memastikan bahwa proses hukum akan berlanjut ke tahap pembuktian. “Kami siap untuk menghadapi tahap pembuktian,” tambahnya.
Kasus ini menyoroti kompleksitas konflik hukum dalam industri pertambangan dan pentingnya kepastian hukum dalam perjanjian kerjasama. Keputusan selanjutnya akan menentukan arah penyelesaian sengketaini. (Nd_234)