Narai Habar, Malang – Di tengah sorotan publik terhadap integritas aparat penegak hukum, sosok Bripka Seladi menjadi teladan yang langka. Selama 16 tahun berdinas sebagai penguji SIM A di Polres Malang, Jawa Timur, ia tidak pernah sekalipun menerima suap, bahkan sekadar segelas kopi dari peserta ujian yang lulus.
Dalam lingkungan yang sering disebut sebagai “lahan basah”, Bripka Seladi justru memilih jalan hidup berbeda. Ketika ditanya mana yang lebih nikmat, menerima sogokan atau memulung sampah, ia tanpa ragu menjawab, “Memulung sampah!”
Prinsip hidup Bripka Seladi sederhana namun kuat: memilih yang baik di antara pilihan baik dan buruk. Demi menambah penghasilan, ia melakoni profesi sebagai pemulung di luar jam dinas. Baginya, pekerjaan ini sama mulianya dengan tugas sebagai polisi atau profesi lainnya.
Setelah melepas seragam dinas di Polres Malang, ia langsung berganti pakaian dan mulai memilah sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Lowokdoro, Kota Malang. Dari aktivitas ini, ia bisa mengantongi Rp 50.000 hingga Rp 75.000 per hari.
Meski sudah pensiun sejak 2017, Bripka Seladi tetap menjalani pekerjaan tersebut. Hingga kini, ia masih aktif di TPA Lowokdoro, menunjukkan bahwa kejujuran dan kerja keras adalah nilai yang tak lekang oleh waktu.
Sosok Bripka Seladi menjadi inspirasi nyata bahwa kehormatan tidak diukur dari pekerjaan, melainkan dari kejujuran dan ketulusan hati. (Merindik/Nd_234)