Kronologi Kerjasama PT BTG dengan PD AUMB dan PD BTTP: Dari Penguasaan Lahan hingga Tantangan Penambangan Bijih Besi
NARAI HABAR, PEMALONGAN – Sejak tahun 2005, PT Bimo Taksoko Gono (PT BTG) telah mengembangkan kerjasama dengan PD Aneka Usaha Manuntung Berseri (PD AUMB) dan PD Baratala Tuntung Pandang (PD BTTP) untuk mengelola tambang bijih besi di Desa Pemalongan, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. PT BTG memulai langkah besar dengan menguasai lahan seluas 53 hektar melalui pembayaran ganti rugi kepada masyarakat setempat. Pembayaran ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu pada 10 Januari 2005 untuk lahan 42 hektar dan 9 April 2005 untuk lahan 11 hektar. Selain itu, PT BTG juga bertanggung jawab membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas lahan tersebut hingga 2024.
Pada awal 2005, PT BTG berkomitmen membangun infrastruktur jalan tambang sepanjang 5 kilometer dengan lebar 10 meter. Jalan tersebut tidak hanya mempermudah akses penambangan bijih besi, tetapi juga memberi manfaat bagi masyarakat untuk kegiatan pertanian.
Namun, tantangan muncul ketika PT BTG mencoba mengurus izin KP/IUP. Izin tersebut tidak dapat diberikan karena lahan itu sudah menjadi KP/IUP PD AUMB. PT BTG akhirnya menerima Surat Penunjukkan Kerja (SPK) dari PD AUMB pada 31 Januari 2005 dan perjanjian kerjasama penambangan yang memberikan HAK EKSKLUSIF kepada PT BTG untuk mengelola 50 hektar di area Proyek Penambangan di Desa Pemalongan.
Didalam melaksanakan penambangan pihak kedua berhak bekerjasama dengan pihak lainnya dalam mengelola, memproduksi, mengangkut serta mengirimkan bijih besi ke pelabuhan muat dan atau ke stock pile yang ditunjuk dan disepakati bersama.
Atas dasar hal tersebut diatas maka PT.BTG selalu mendapatkan SPK untuk penambangan bijih besi sejak tahun 2005 dari PD.AUMB kemudian dilanjut/diperpanjang oleh PD. Baratala Tuntung Pandang (selaku pengganti PD.AUMB) sampai dengan tahun 2020.
Kerjasama ini terus berjalan hingga tahun 2020, namun SPK untuk PT BTG tidak diperpanjang dan malah diberikan kepada pihak lain yang tidak memenuhi persyaratan, seperti penguasaan lahan. Di tengah situasi ini, PT BTG juga menghadapi kesulitan operasional antara 2016 hingga 2020 akibat krisis global yang menyebabkan biaya produksi lebih tinggi dari harga jual.
Selain berfokus pada kegiatan penambangan, PT BTG aktif menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), termasuk pembangunan masjid dan pembayaran fee kepada desa yang dilewati jalur angkut tambang. Masyarakat Desa Pemalongan pun mendukung PT BTG untuk melanjutkan kegiatan penambangan, yang mereka akui telah memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal.
Saat ini, PT BTG berharap dapat kembali mendapatkan SPK yang layak, mengingat kontribusi panjangnya sejak 2005 dan kewajibannya dalam menjaga keberlanjutan kegiatan penambangan bijih besi yang sejalan dengan aturan dan peraturan yang berlaku. (Nd_234)